Tangerang Selatan, CNN Indonesia

Aksi penggerudukan warga terhadap sekelompok mahasiswa yang melakukan ibadah Doa Rosario di Tangerang Selatan, Banten, terjadi akhir pekan lalu.

Polres Tangerang Selatan mengatakan telah mengamankan beberapa warga dalam kasus dugaan pengeroyokan atau penganiayaan terkait penggerudukan mahasiswa yang melakukan ibadah Doa Rosario ini.

Dalam aksi penggerudukan itu jatuh beberapa korban luka, termasuk salah satunya mahasiswa Universitas Pamulang yang mencoba membantu melerai kegaduhan tersebut.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahasiswa semester 6 Universitas Pamulang, Farhan Rizky, mulanya mengaku hanya ingin melihat peristiwa yang terjadi pada Minggu (5/5) malam. Farhan merupakan salah satu mahasiswa yang kos di sekitar tempat kejadian perkara (TKP).

“Tiba-tiba terjadi pengeroyokan. Pengeroyokan gua cuma misahin, dong. Gua enggak kenal siapa-siapa. Yang cewek, yang warga, juga enggak kenal. Karena gua kasihan aja yang itu dikeroyok sendiri tuh yang cowok,” ujar Farhan saat ditemui di sekitar TKP, Senin (6/5).

Meskipun niatnya melerai, Farhan mengatakan warga malah tak terima dan mengira dirinya bagian dari kelompok mahasiswa tersebut.

Padahal, kata Farhan, dirinya mengaku tidak kenal kedua belah pihak.

Gua pisahin, yang ono enggak terima ini dipisahin segala macem. Yang ngeroyok enggak terima, mikir gua temannya. Padahal enggak kenal, gua cuma misahin saja. Gua netral, enggak kenal kanan, enggak kenal kiri. Kasihan lihatnya [orang digeruduk],” kata dia.

Kala itu, Farhan mengaku melihat ada tiga orang yang diduga melakukan pengeroyokan.

Setelahnya, Farhan menyebut Ketua RT datang dan meminta untuk bubar. Oleh karena itu, Farhan pun berniat kembali ke kosnya. Namun, dia melihat ada orang berbaju merah datang dengan diduga membawa pisau di bagian belakang bajunya.

Gua ngeri anak orang dibunuh kan. Cuma ngomong “Woy bang kenapa bawa pisau”. Nodonglah dia ke gua. Nodong ke arah perut. Gua tahan lah [menahan diri]. Karena gua manusia biasa tembus [ditusuk pisau] juga gua,” terang Farhan.

“Satu enggak kena, tapi satu enggak tahu dari mana kena. Ada dua (pisau). Yang satu kepegang (pisau) tangannya. Yang satunya lagi datang adeknya tuh tiba-tiba naplok. Gue pikir ditampol [dipukul], gue enggak akan masalahin. Tiba-tiba kepala gua ngocor darah. Dijahit, 3 jahitan,” sambungnya.

 

 

 

Padahal enggak kenal, gua cuma misahin saja. Gua netral, enggak kenal kanan, enggak kenal kiri. Farhan

Kini, Farhan mengaku telah berdamai dengan pihak pelaku. Adapun Ia berharap tidak akan ada lagi kejadian serupa di kemudian hari.

“Sekarang dah damai. Gua enggak mau masalah itu sama gua nyampur. Beda ini. Saya di situ mukul juga enggak. Kalau saya mukul, saya tahu risikonya. Ini beneran cuma misahin,” imbuhnya.

Polres Tangerang Selatan mengaku telah mengamankan sejumlah warga dalam kasus dugaan pengeroyokan atau penganiayaan terkait penggerudukan mahasiswa yang melakukan ibadah Doa Rosario ini.

Ketua RW 002 Marat yang juga berada di lokasi setelah kericuhan meledak itu mengakui memang ada satu orang warga yang membawa senjata tajam (sajam) berupa pisau dapur pada kejadian itu.

Menurut Marat, sajam itu dibawa secara spontan, bukan sengaja disiapkan.

Selain itu, Marat menegaskan bahwa pihak RT dan RW telah melarang warga untuk membawa sajam.

“Spontan. Karena terdengar ada ribut-ribut, dia bawa sajam, namanya emosi kan, sepintas gitu. Kita sudah melarang. Lagi gaduh. Pihak RT RW sudah melarang [senjata tajam],” ungkap Marat.

Menurut Marat, ada satu orang yang menjadi korban dari kejadian itu.

Usai peristiwa tersebut, pada Senin lalu, sejumlah pihak menggelar pertemuan untuk membahas dugaan penggerudukan warga terhadap sekelompok mahasiswa yang menggelar ibadah Doa Rosario. Kegiatan itu digelar di Kantor Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Senin kemarin.

Setelahnya, Kemenag Tangsel mengklaim perkara penggerebekan mahasiswa yang melakukan Doa Rosario itu sudah damai.

“Kita kumpul, semua aparat berkumpul yang berkepentingan dari RT, RW, lurah, camat, kapolsek, semuanya kita berkumpul,” kata Kasubag TU Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan Asep Azis Masser saat ditemui di kantor Kelurahan Babakan, kemarin.

Menurut Asep, keributan serupa baru pertama kali terjadi di lingkungan ini. Ia mengklaim pertemuan itu berbuah perdamaian.

“Kita sudah satu suara, bahwa semua ini kita menjadi damai lagi, kembali hidup berdampingan lagi,” ucapnya.

Pihaknya menilai Doa Rosario merupakan kegiatan yang baik. Namun, juga harus memperhatikan hal-hal lain, seperti etika.

Asep menegaskan kegiatan doa ini boleh dilanjutkan, asal tidak membuat gaduh. Selain itu, ia menyarankan para mahasiswa itu mencari tempat lain. Namun, hal itu tidak menjadi alasan adanya larangan kegiatan beragama.

“Bukan beragamanya yang dilarang atau yang diangkat. Bukan. Ini etika sosialnya. Makanya harus diperhatikan itu,” kata Asep.

Sementara itu pegiat agama Katolik, Hesti, menyebut tidak ada korban yang hadir dalam pertemuan itu. Ia pun menyayangkan hal tersebut.

“Secara administrasi, mungkin kita namanya memaafkan ya, memaafkan. Tapi kalau secara hukum, proses hukum tetap berjalan,” kata Hesti diwawancaradi kantor Kelurahan Babakan

Dihubungi terpisah, Kapolsek Cisauk AKP Dhady Arsya membenarkan ketidakhadiran para mahasiswa dalam pertemuan itu.

“Mahasiswa sudah kami usahakan untuk hadir, tapi sedang UTS jadi tidak bisa hadir. Mereka diwakili oleh FKUB dan Kemenag,” kata Dhady kepada CNNIndonesia.com.

(pop/kid)





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *